Pembahasan
Hemat energi adalah hal yang sangat dibutuhkan di era
modern saat ini. Bicara tentang penghematan energi dari hal arsitektur,
tentulah tak lepas dari segi bangunan. Bangunan zaman sekarang mulai bergeser
dari yang namanya penghematan energi . Semua mengutamakan aspek estetika
tanpa menimbang dan memikirkan bahan bangunan yang dipergunakan . Padahal, jika
dilihat efeknya tentu lebih banyak efek negatif yang ditimbulkan. Semakin
banyak pemborosan energi , akan berdampak kurang baik untuk masa-masa yang akan
datang. Perlu diketahui, bahwa masalah pemborosan
energi secara umum sekitar 80% oleh faktor manusia dan 20% disebabkan oleh
faktor teknis. Efisiensi energi penekanannya lebih ke demand side management
(DSM), di masyarakat kadangkala efisiensi energi diartikan juga sebagai
penghematan energi.
2
Konsep Bangunan Hemat Energi
Bangunan Hemat Energi: Rancangan Pasif dan Aktif
|
Untuk kawasan tropis, penggunaan
energi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik umumnya lebih rendah dibandingkan
dengan negara di kawasan sub- tropis yang dapat mencapai 60 persen dari total
konsumsi energi. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan pemanas ruang di sebagian
besar bangunan saat musim dingin. Sementara di kawasan tropis, pendingin
ruang (AC) hanya digunakan sejumlah kecil bangunan. Meskipun demikian,
penghematan energi di sektor bangunan di wilayah tropis semacam Indonesia
tetap akan memberikan kontribusi besar terhadap penurunan konsumsi energi
secara nasional.
Bangunan merupakan penyaring
faktor alamiah penyebab ketidaknyamanan, seperti hujan, terik matahari, angin
kencang, dan udara panas tropis, agar tidak masuk ke dalam bangunan. Udara
luar yang panas dimodifikasi bangunan dengan bantuan AC menjadi udara dingin.
Dalam hal ini dibutuhkan energi listrik untuk menggerakkan mesin AC. Demikian
juga halnya bagi penerangan malam hari atau ketika langit mendung, diperlukan
energi listrik untuk lampu penerang.
Penghematan energi melalui
rancangan bangunan mengarah pada penghematan penggunaan listrik, baik bagi
pendinginan udara, penerangan buatan, maupun peralatan listrik lain. Dengan
strategi perancangan tertentu, bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang
tidak nyaman menjadi iklim ruang yang nyaman tanpa banyak mengonsumsi energi
listrik. Kebutuhan energi per kapita dan nasional dapat ditekan jika secara
nasional bangunan dirancang dengan konsep hemat energi.
Para arsitek di Barat memulai
langkah merancang bangunan hemat energi sejak krisis energi tahun 1973,
sementara hingga kini-30 tahun sejak krisis energi di negara Barat-belum juga
muncul pemikiran ke arah itu di kalangan arsitek Indonesia.
A. Rancangan pasif
Perancangan bangunan hemat energi
dapat dilakukan dengan dua cara: secara pasif dan aktif. Perancangan pasif
merupakan cara penghematan energi melalui pemanfaatan energi matahari secara
pasif, yaitu tanpa mengonversikan energi matahari menjadi energi listrik.
Rancangan pasif lebih mengandalkan kemampuan arsitek bagaimana rancangan
bangunan dengan sendirinya mampu “mengantisipasi” permasalahan iklim luar.
Perancangan pasif di wilayah
tropis basah seperti Indonesia umumnya dilakukan untuk mengupayakan bagaimana
pemanasan bangunan karena radiasi matahari dapat dicegah, tanpa harus
mengorbankan kebutuhan penerangan alami. Sinar matahari yang terdiri atas
cahaya dan panas hanya akan dimanfaatkan komponen cahayanya dan menepis
panasnya.
Strategi perancangan bangunan
secara pasif di Indonesia bisa dijumpai terutama pada bangunan lama karya
Silaban: Masjid Istiqal dan Bank Indonesia; karya Sujudi: Kedutaan Prancis di
Jakarta dan Gedung Departemen Pendidikan Nasional Pusat; serta sebagian besar
bangunan kolonial karya arsitek-arsitek Belanda. Meskipun demikian, beberapa
bangunan modern di Jakarta juga tampak diselesaikan dengan konsep perancangan
pasif, seperti halnya Gedung S Widjojo dan Wisma Dharmala Sakti, keduanya
terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.
B. Rancangan aktif: solar sel
Dalam rancangan aktif, energi
matahari dikonversi menjadi energi listrik sel solar, kemudian energi listrik
inilah yang digunakan memenuhi kebutuhan bangunan. Dalam perancangan secara
aktif, secara simultan arsitek juga harus menerapkan strategi perancangan
secara pasif. Tanpa penerapan strategi perancangan pasif, penggunaan energi
dalam bangunan akan tetap tinggi apabila tingkat kenyamanan termal dan visual
harus dicapai.
Strategi perancangan aktif dalam
bangunan dengan sel solar belum dijumpai di Indonesia saat ini. Penggunaan
sel solar masih terbatas pada kebutuhan terbatas bagi penerangan di desa-desa
terpencil Indonesia.
Salah satu bangunan yang dianggap
paling berhasil menerapkan teknik perancangan pasif dan aktif secara simultan
dan sangat berhasil dalam mengeksploitasi penggunaan sel solar adalah
bangunan paviliun Inggris (British pavillion). Bangunan ini dirancang
Nicholas Grimshaw & Partner, arsitek yang juga merancang Waterloo
International Railway Station yang menghubungkan Inggris dengan Perancis
melalui jalur bawah laut. Paviliun Inggris ini dibangun di kompleks Expo 1992
di kota Seville, Spanyol, sebagai perwujudan hasil sayembara tahun 1989 yang
dimenangi arsitek tersebut.
Bangunan ini dirancang dengan
pertimbangan iklim setempat, yaitu temperatur udara musim panas saat Expo
dilangsungkan dapat mencapai 45 derajat Celsius, serta meminimalkan
penggunaan energi yang mengemisi karbondioksida.
Beberapa strategi rancangan yang
digunakan mengantisipasi kondisi udara ini adalah pertama, menggunakan tabir
air pada dinding timur yang berfungsi sebagai filter radiasi matahari pagi
untuk pendingin bangunan tanpa menghilangkan potensi penerangan alami pagi
hari. Tabir air dijatuhkan dari dinding bagian atas bangunan mengalir di
seluruh dinding kaca sepanjang 65 meter ke kolam di dasar bangunan.
Aliran air sebagai tabir dinding
kaca berfungsi untuk pendinginan permukaan kaca itu sendiri serta menurunkan
temperatur lingkungan di sekitar bangunan secara evaporatif. Humidity udara
pada kawasan ini relatif rendah, sekitar 50-70 persen.
Dinding kaca terbuat dari bahan
yang 20 persennya merupakan komponen keramik dan berfungsi mengurangi panas
matahari tanpa mengorbankan cahaya yang masuk ke dalam bangunan. Penggunaan
tabir air pada dinding timur ini mampu menurunkan temperatur udara di
dalamnya hingga 10 derajat Celsius.
Sisi barat dinding bangunan dilapis
kontainer berisi air yang berfungsi sebagai penyerap panas matahari sore.
Panas yang diserap kontainer mengurangi pemanasan bangunan siang dan sore
hari. Selanjutnya kontainer akan menghangatkan bangunan pada malam hari
(temperatur udara luar malam hari cenderung rendah di bawah batas nyaman).
Air panas dalam kontainer ini juga dimanfaatkan bagi keperluan pengguna
bangunan.
Dinding bangunan sisi selatan
diberi lembaran semitransparan yang diperkuat dengan konstruksi baja. Selain
sebagai elemen estetika yang mencitrakan layar kapal yang menjadi simbol
kejayaan Inggris di laut, juga berfungsi mengurangi radiasi panas sisi
selatan.
Sejumlah 1.040 panel sel solar di
bagian atap bangunan yang - membentuk semacam deretan layar kapal dan mampu
menghasilkan 46kW daya listrik digunakan untuk sebagian besar keperluan
listrik bangunan. Konstruksi panel sel solar ini diletakkan sedemikian rupa
sehingga dapat melindungi atap terhadap radiasi matahari dari sisi selatan.
Paviliun Inggris ini menggunakan energi listrik sekitar 24 persen lebih
rendah daripada energi yang seharusnya digunakan bangunan yang dirancang
tanpa strategi semacam ini.
Langkah merancang bangunan hemat
energi baik secara pasif maupun aktif seperti di atas perlu dicermati. Sudah
waktunya para arsitek Indonesia memulainya. Jika dalam waktu dekat Indonesia
menjadi negara pengimpor minyak neto dan harga BBM dan tarif listrik dalam
negeri melambung, sebagian besar bangunan yang boros energi tidak lagi dapat
berfungsi. Pemakai bangunan akan menemui kesulitan menanggung biaya listrik
untuk lift, AC, pompa, dan peralatan lain, yang tinggi. Masih ada waktu untuk
menghindari situasi buruk semacam ini dengan memulai merancang bangunan yang
hemat energi, hemat listrik, sejak sekarang.
Contoh Bangunan Hemat Energi
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar